Awamnya Pengetahuan Tentang Cluttering di Indonesia
Kelainan dan gangguan bicara pada anak
mulai mendapatkan perhatian khusus pada abad ke-20 di negara Indonesia ini. Selain
didukung dengan pengetahuan akan dunia tumbuh kembang anak yang semakin luas,
pengaruh dari perkembangan di Ilmu Kesehatan terutama yang berkaitan dengan
anak mulai bermunculan dan mengalami peningkatan yang signifikan dibanding
tahun-tahun sebelum abad ke-20 ini. Ini tentu menjadi angin segar baik bagi
para ahli seperti profesor, Doktor, dokter, dan ahli terkait lainnya juga bagi
para keluarga yang memiliki anak gangguan ataupun kelainan bicara.
Namun sejauh ini
perhatian khusus yang diberikan masih secara umum dilihat dari sisi kacamata
kedokteran dan tumbuh kembang anak. Faktor lain yang sebenarnya berperan
penting, terutama dalam
penanganan suatu kasus tertentu seperti melihat kasus dari segi
karakteristik perilaku
komunikasi itu sendiri masih dikesampingkan dan kurang mendapatkan
perhatian khusus. Seperti kasus cluttering
yang dialami oleh anak, di Indonesia sendiri masih banyak digolongkan ke
kategori yang nampak secara intelegensi dan ciri khas bicaranya yang cepat serta kurang dimengerti saja. Oleh karena itu tidak sedikit
para ahli (dokter)
menggolongkan anak ini ke kategori anak dengan retardasi mental ataupun gangguan artikulasi. Hal ini berdampak pula pada penanganannya yang tidak
sesuai.
Padahal dibalik daripada itu kasus Cluttering
sendiri sudah dikategorikan khusus di dunia Internasional sejak Tahun 1717
oleh David Bazin yang mengembangkan ilmu
Stuttering yang menjadi awal lahirnya
istilah Cluttering itu sendiri.
Kemudian faktor lain yang mendukung kurangnya
perhatian khusus pada kasus Cluttering
adalah kurangnya literatur baik buku, artikel, ataupun diskusi-diskusi umum dan
khusus yang membahas akanCluttering
secara spesifik. Di Indonesia sendiri kasus Cluttering
baru ditemui pada ilmu Terapi Wicara khususnya pada bidang irama kelancaran
yang di dalamnya terdapat juga kasus Stuttering
(gagap) dan latah. Pembahasan menganai fenomena gagap dan latah di Indonesia
sendiri nampak lebih banyak jika dibandingkan fenomena Cluttering dewasa ini. Bahkan kata “gagap” dan “latah” sendiri
sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, berbeda dengan Cluttering/ klater yang masih terdengar
asing di telinga masyarakat Indonesia. Terlebih lagi kata Cluttering sendiri dalam kamus Indonesia masih belum bisa didefinisikan
karena tidak adanya kata yang relevan, berbeda dengan Stuttering yang dalam bahasa Indonesia sudah dapat diartikan
menjadi gagap.
Dalam Ilmu Terapi Wicara, kasus atau fenomena cluttering termasuk kedalam suatu
gangguan yang dikelompokan pada gangguan Irama Kelancaran. Dimana dalam
gangguan irama kelancaran itu sendiri cluttering
berdampingan dengan stuttering
(gagap) dan juga latah.Adanya keseragaman ciri khas gangguan diantara ketiga
kasus ini yakni pada irama kelancaran (fluency)
pada saat berkomunikasi menjadi dasar mengapa ketiganya masuk kedalam kelompok
gangguan irama kelancaran.Jadi jelaslah bahwa fenomena Cluttering termasuk kedalam salah satu gangguanirama kelancaran
ketika seseorang berkomunikasi.
Masih awamnya pembahasan cluttering di Indonesia akan mempengaruhi
pada penanganan yang semestinya diterapkan pada kasus clutteringitu
sendiri. Secara umum penderita klater akan mengalami gangguan
pada aspek artikulasi, bahasa, suara dan irama kelancaran bicara. Namun dalam
buku Assesment in Speech-Language Pathology,penanganan
pada artikulasi, bahasa, maupun suara tidak menjadi fokus utama pada kasus ini.
Penanganan khusus pada irama kelancaran bicara (fluency) akan memperbaiki gejala-gejala yang nampak pada kasus cluttering itu sendiri. Ada beberapa
aspek yang dinilai dalam gangguan irama kelancaran, seperti adanya
perpanjangan, pengulangan, penghentian, penyisipan (interjections), kata yang rusak (broken words), ketidaksempurnaan frase (incomplete phrase), dan penggantian kata (revisions).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar